Scroll untuk baca artikel
Teknologi

BMKG Prediksi Iklim Indonesia 2024 Berpotensi Terdampak La Nina

540
×

BMKG Prediksi Iklim Indonesia 2024 Berpotensi Terdampak La Nina

Sebarkan artikel ini

TEGALPOS.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi dan juga Geofisika (BMKG) memprediksi perihal fenomena iklim Indonesia yang akan terjadi sepanjang tahun 2024.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan kalau selama 2024, gangguan iklim dari Samudera Pasifik terdiri dari El Nino-Southern Oscillation (ENSO), atau yang mana dikenal El Nino, masih bertahan di area Indonesia selama awal tahun 2024.

“ENSO diperkirakan akan berada pada fase El Nino lemah hingga moderat di tempat awal tahun 2024, kemudian selanjutnya hingga akhir tahun 2024 diprediksikan berada di area fase Netral,” kata Dwikorita, dikutipkan dari siaran pers BMKG, Awal Minggu (1/1/2023).

Namun ia tak menampik kalau fenomena ini bisa jadi mengalami perkembangan menjadi La Nina, yang tersebut merupakan pemicu anomali iklim basah. Namun potensi La Nina di dalam Indonesia kecil.

“Demikian juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang dimaksud merupakan faktor gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksikan akan berada pada fase Netral dari awal hingga akhir tahun 2024,” lanjut dia.

Untuk yang dimaksud belum tahu, El Nino adalah fenomena inovasi iklim global yang tersebut disebabkan pemanasan suhu permukaan air laut di tempat bagian timur Pasifik. Pengaruh El Nino di dalam Indonesia bisa saja menyebabkan musim kemarau alias kekeringan.

Sebaliknya, La Nina adalah fenomena pendinginan Suhu Muka Laut (SML) di area Samudera Pasifik bagian berada dalam di dalam bawah kondisi normalnya. Efek La Nina di tempat Indonesia yakni meningkatnya curah hujan hingga cuaca menjadi lebih besar lembap.

Dampak La Nina
Berdasarkan potensi kecil La Nina itu, Dwikorita mengumumkan kalau total curah hujan tahunan pada 2024 diprediksikan umumnya berkisar pada kondisi normal.

Namun masih terdapat beberapa wilayah yang dimaksud diprediksikan dapat mengalami hujan tahunan di tempat menghadapi normal.

Lokasi-lokasi ini meliputi sebagian kecil Aceh, Sumatera Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat kemudian Papua bagian utara.

Selain itu, tambah Dwikorita, terdapat juga tempat yang mana diprediksikan akan mengalami hujan tahunan di tempat bawah normal. Lokasi ini meliputi sebagian Banten, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian kecil Jawa Tengah, sebagian Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, kemudian Papua bagian selatan.

“Meskipun kemarau 2024 diprediksi berlangsung dengan normal, namun terdapat wilayah yang mana berpotensi mengalami kekeringan oleh sebab itu secara iklim memang sebenarnya miliki curah hujan yang rendah, yaitu meliputi sebagian Lampung, sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur juga Papua bagian selatan,” papar dia.

Sementara itu Deputi Lingkup Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menjabarkan beberapa rekomendasi umum untuk sektor-sektor terkait yang mana mampu terdampak oleh fenomena iklim tersebut.

“Di antaranya yaitu melakukan langkah antisipatif terhadap peluang jumlah total curah hujan tahunan 2023 yang tersebut melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya, yang mana dapat memicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang lalu tanah longsor, maupun kemungkinan curah hujan di tempat bawah normal yang mana dapat memicu kekeringan serta dampak lanjutannya dalam bentuk kebakaran hutan juga lahan dalam musim kemarau 2024,” tutur dia.

Ardhasena menambahkan, lembaga terkait bisa saja meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan juga tampungan air.

“Agar secara optimal dapat menghindari terjadinya banjir. Selain itu juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, kemudian penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi pada waktu musim hujan kemudian penggunaannya di tempat ketika musim kemarau,” sambungnya lagi.

Lebih lanjut Ardhasena mengatakan, meskipun kemarau 2024 diprediksi tak sekering tahun 2023, maka masih perlu diwaspadai kemungkinan kebakaran hutan kemudian lahan dalam tahun 2024.

“Khususnya pada periode kemarau pertama di area bulan Februari 2024 untuk wilayah pesisir Sumatera bagian Timur, maupun periode kemarau periode kedua mulai Mei 2024 untuk wilayah lainnya yang dimaksud rawan Karhutla,” pungkasnya.

SUMBER SUARA.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *