Scroll untuk baca artikel
Otomotif

Rasio SPKLU dengan Kendaraan Listrik Ideal adalah 1 Berbanding 10

342
×

Rasio SPKLU dengan Kendaraan Listrik Ideal adalah 1 Berbanding 10

Sebarkan artikel ini

TEGALPOS.COM – Rasio ideal Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) serta total kendaraan listrik berbasis akumulator (BEV) yang beredar di dalam penduduk adalah 1 berbanding 10, demikian dikatakan Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu.

Angka rasio perbandingan itu memungkinkan apabila kurang lebih banyak 80 persen publik pengguna BEV mengisi daya kendaraan merek sendiri pada rumah.

“Rasio ideal, dengan asumsi lebih lanjut kurang 80 persen mengisi daya di tempat rumah, adalah 1 berbanding 10,” kata Yannes pada pekan ini di tempat Jakarta.

Yannes mengawasi rasio ideal tetap saja memerlukan pemantauan berkelanjutan terhadap tren peningkatan BEV di dalam wilayah. Jika pertumbuhan terbesar ada di tempat wilayah pulau Jawa, maka perkembangan SPKLU mesti dikonsentrasikan dalam Jawa.

Proyeksi pemerintah pada 2030 jumlah agregat pengguna BEV mencapai dua juta. Dengan menggunakan rasio ideal tadi maka jumlah keseluruhan SPKLU ialah sekitar 200.000.

Namun penambahan perlu dilaksanakan sambil terus memantau tren pengisian daya para pemilik BEV yang ada. Untuk memverifikasi penempatan kedudukan SPKLU yang mana paling ideal diperlukan kolaborasi yang mana kuat antara pemerintah lalu sektor BEV atau diler BEV untuk dapat mengetahui algoritma perilaku juga pola mobilitas setiap BEV.

Dihubungi terpisah, Komunitas Mobil Elektrik Indonesia (Koleksi) menilai idealnya SPKLU berjarak per 50 kilometer untuk kawasan Jabodetabek.

“Idealnya memang benar untuk jarak-jarak itu, ke depan sih per 50 kilometer mampu terpasang SPKLU yang tersebut fast charging (pengisian daya cepat) lalu ultra-fast charging (pengisian daya super cepat),” kata Ketua Komunitas Mobil Elektrik Indonesia Arwani Hidayat dilansir dari Antara.

Arwani juga menilai jarak ideal SPKLU di kota seperti Jabodetabek sebenarnya tidaklah perlu berhitung berapa kilometer. Sebab, kawasan yang dimaksud sejumlah didukung oleh pusat-pusat perbelanjaan, hotel, serta pusat menongkrong yang sudah ada mempunyai SPKLU.

Namun, berbeda konteks apabila pengguna mobil listrik untuk bepergian antar kota, misalnya Ibukota ke Bandung, Ibukota Indonesia ke Cirebon, Semarang juga lain sebagainya.

“Setidaknya kalau tahun ini sih rencananya saya dengar-dengar per 100 kilometer, dengan jarak tempuh yang tersebut sekitar 400 sampai 600 (kilometer) ke depan mobil listrik. Tentunya SPKLU yang mana nanti per 50 kilometer, per 100 kilometer itu sudah ada sangat mencukupi, tinggal ditambah kuantitasnya,” ujar Anwari.

Anwari juga menjelaskan khusus Jabodetabek, SPKLU bisa saja jadi hampir tiada dibutuhkan akibat hampir semua mobil listrik yang mana dijual itu telah memberikan layanan home charging, mengisi daya pada rumah.
 
Oleh lantaran itu, jikalau aktivitas mobil listrik masih berkisar antara 100-300 kilometer, Anwari mengamati tiada perlu khawatir sebab tanpa ada SPKLU pun, tidaklah terlalu bermasalah.

SPKLU dibutuhkan ketika pengguna mobil listrik tidak ada miliki home charging, misalnya orang yang tersebut tinggal pada apartemen.
 
“Idealnya ke depan, nanti setiap apartemen mempunyai SPKLU yang digunakan tidak jenisnya home charging, ya. Tapi, SPKLU paling tidaklah fast charging sehingga penghuni apartemen secara bergiliran sanggup menggunakan mobil tersebut,” kata Anwari.
 
Dia menilai mengisi mobil listrik tidak ada setiap hari. Jika di satu gedung apartemen terdapat 100 mobil listrik, maka satu mobil paling tak mengisi daya seminggu sekali.

SUMBER SUARA.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *