TEGALPOS.COM –
Jakarta – Serangan balas dendam Amerika Serikat (AS) terhadap proksi Iran di area Irak serta Suriah disebut-sebut gagal. Ini adalah diakibatkan tidak ada adanya laporan korban tewas, baik dari pihak proksi Iran maupun pengamatan Washington sendiri.
Sebelumnya, pasukan Negeri Paman Sam di tempat wilayah Yordania mendapatkan serangan pesawat tanpa awak dari proksi pro Teheran di area Suriah serta Irak 29 Januari. Dalam serangan itu, tiga orang tentara Amerika Serikat tewas serta Presiden Joe Biden menegaskan akan membalas dendam.
Washington pun meluncurkan serangan Hari Jumat pekan lalu. Dengan menerjunkan 125 amunisi, serangan itu berusaha mencapai sasaran tempat para proksi Iran bersembunyi.
Namun di penilaian terbaru AS, Juru Bicara Pentagon Mayor Jenderal Pat Ryder mengungkapkan bukan ada laporan warga Iran yang digunakan menjadi korban jiwa pada serangan itu. Tetapi ia mengungkapkan kemungkinan besar ada korban dari pihak milisi, tanpa menyebutkan jumlah keseluruhan pasti korban tersebut.
“AS mengejar para teroris yang mana terafiliasi dengan Garda Revolusi Iran (IRGC) dan juga bukanlah pejuang yang mana menjadi Unit Mobilisasi Populer Irak (PMF),” kata Ryder di pernyataan pers, disitir Al Arabiya, Rabu (6/2/2024).
AS sendiri ketika ini telah lama meningkatkan kekuatan postur militernya dalam Timur Tengah. Tercatat, Pentagon memindahkan sekitar 1.200 anggota militer Amerika Serikat ke pada kelompok penyerang kapal induk Angkatan Laut juga Unit Ekspedisi Marinir yang dimaksud beranggotakan sekitar 2.000 orang ke Global Arab.
Perkuatan postur militer ini terjadi pasca situasi di dalam Timur Tengah baru-baru ini memanas pasca terjadinya pertempuran antara tanah Israel dan juga milisi Wilayah Gaza Palestina, Hamas. Ini adalah menimbulkan AS, selaku sekutu Israel, serta Iran, yang dimaksud menyokong kelompok Hamas sama-sama proksinya yang dimaksud lain, turun tangan.
Di beberapa tempat, termasuk Irak juga Suriah, peluncuran militer Amerika Serikat melebihi peluncuran Iran dan juga sekutunya. Lokasi ini pun akhirnya menjadi ladang pertempuran antara milisi pro-Teheran dan juga Washington.
Wakil Duta Besar Amerika Serikat Robert Wood menyatakan bahwa sejak 18 Oktober, kelompok milisi yang digunakan berpihak pada Iran sudah menyerang pasukan Amerika Serikat lalu koalisi lebih banyak dari 165 kali dalam Irak, Suriah, juga di serangan pesawat tak berawak terhadap sarana Amerika Serikat dalam Yordania.
“AS tiada ingin terjadi tambahan berbagai konflik dalam wilayah di dalam mana mereka itu secara berpartisipasi berupaya untuk menahan kemudian meredakan konflik dalam Gaza,” kata Wood.
“Dan kami tidak ada bermaksud melakukan konflik dengan segera dengan Iran. Tetapi kami akan terus membela personel kami dari serangan yang tiada dapat diterima. Titik.”
Sementara itu, walau tiada ada korban serta dapat dipertanggungjawabkan membela diri, serangan balasan Amerika Serikat terhadap milisi pro-iran sudah pernah mendapatkan kritikan dunia. Dalam sebuah pembukaan Dewan Ketenteraman PBB, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh Negeri Paman Sam melanggar hukum internasional serta terus menaburkan kekacauan di dalam Timur Tengah.
“AS melakukan agresi terhadap Irak serta Suriah yang digunakan bertujuan untuk mempertahankan dominasi globalnya lalu menyelamatkan citra pemerintahan Biden mendekati pilpres AS,” paparnya diambil media dengan syarat Kanada, CTV News Senin lalu.
Selain Rusia, Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun, menyuarakan keprihatinannya mengenai ketegangan terbaru ini. Ia juga mengalamatkan tuduhan untuk AS.
“AS menyatakan bahwa mereka itu tak berupaya menciptakan konflik di tempat Timur Tengah atau dalam mana pun, namun kenyataannya justru sebaliknya,” kata Zhang.
“Tindakan militer Negeri Paman Sam bukan diragukan lagi memicu kekacauan baru di dalam kawasan ini lalu semakin meningkatkan ketegangan,” tambahnya.
Duta Besar Aljazair untuk PBB Amar Bendjama, perwakilan Arab di area badan tersebut, membela kedaulatan Irak juga Suriah serta juga menyatakan serangan udara Negeri Paman Sam kemungkinan akan semakin memperburuk situasi yang telah genting.
“Hal ini berpotensi mengarah pada eskalasi lebih tinggi lanjut. Kami sangat yakin bahwa kekerasan bukanlah kemudian tidak ada akan pernah menjadi sarana perdamaian juga stabilitas,” kata Bendjama.
Artikel Selanjutnya AS-Iran Kobarkan ‘Perang’ Baru pada Timur Tengah, Irak Terseret
SUMBER CNBC.COM