TEGALPOS.COM –
Jakarta – Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Rabu (31/1/2024), mendekati kebijakan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat (AS) dan juga perilisan data perekonomian pada China serta Australia.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepun merosot 0,83%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,46%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,24%, serta KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,26%.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura naik tipis 0,08% dan juga ASX 200 Australia juga menguat tipis 0,07%.
Dari Australia, naiknya harga pada kuartal IV-2023 turun ke level terendah di dua tahun terakhir lantaran harga jual pangan serta substansi bakar meningkat lebih lanjut lambat, meningkatkan harapan bahwa langkah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) selanjutnya adalah penurunan suku bunga.
Data dari Biro Statistik Australia menunjukkan bahwa indeks nilai konsumen (IHK) mencapai 4,1% pada tiga bulan terakhir di tempat 2023, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Para ekonom memperkirakan IHK akan mencapai 4,3%, turun dari laju kuartal September sebesar 5,4%.
Secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), naiknya harga Negeri Kanguru turun menjadi 0,6% pada kuartal IV-2023, dari sebelumnya pada kuartal III-2023 sebesar 1,2%.
RBA memperkirakan pada November bahwa naiknya harga akhir 2023 pada tingkat tahunan sebesar 4,5%. Sebelum bilangan CPI hari ini, pemodal mengamati kecilnya potensi RBA untuk meningkatkan suku bunga dari 4,35%.
Perhatian bursa pada saat ini terfokus pada seberapa cepat RBA akan mulai memangkas suku bunga jikalau merek yakin kenaikan harga akan turun kembali pada kisaran target 2-3% sebelum akhir tahun depan.
Sementara itu dari China, data aktivitas manufaktur yang mana tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) versi NBS periode Januari 2024 akan dirilis pada hari ini.
Konsensus lingkungan ekonomi di Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur NBS China pada bulan ini kembali turun menjadi 49, dari sebelumnya pada Desember 2023 di area bilangan 49,2. Jika benar demikian, maka PMI manufaktur China masih berkontraksi.
PMI menggunakan bilangan bulat 50 sebagai titik mula. Jika dalam melawan 50, maka artinya dunia perniagaan sedang di fase ekspansi.
Saat ini, perekonomian China memang benar sedang tiada baik-baik saja. Bahkan, Stimulus pun terus diguyur untuk mendongkrak perekonomian Sang Naga.
China sedang mempertimbangkan meluncurkan stimulus jumbo melalui penerbitan obligasi spesial “ultra long” senilai CNY 1 triliun atau setara Rp2.166 triliun.
Pemerintah China juga berjanji untuk mengempiskan total likuiditas yang digunakan harus dimiliki bank-banknya sebagai cadangan awal bulan depan di upaya untuk meningkatkan perekonomiannya yang dimaksud sedang kesulitan.
Persyaratan rasio cadangan (RRR) untuk bank akan dipotong sebesar 50 basis poin mulai 5 Februari, yang akan menyediakan CNY 1 triliun modal jangka panjang, kata Pan Gongsheng, gubernur bank sentral China (PBoC), pada konferensi pers di area Beijing Rabu pekan lalu.
Guyuran stimulus ini adalah langkah ke sekian kalinya yang diambil pemerintahan Presiden Xi Jinping untuk membangunkan kembali sektor ekonomi China.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasik yang digunakan cenderung melemah terjadi dalam berada dalam beragamnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.
IndeksDow Jones Index (DJI) ditutup menguat 0,35%. Namun indeks S&P 500 juga Nasdaq Composite kembali melemah. S&P 500 turun tipis 0,06%, sedangkan Nasdaq melemah 0,76%.
Investor di area Amerika Serikat menanti tindakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) yang akan dibacakan pada Rabu siang waktu Amerika Serikat atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
The Fed diperkirakan akan kembali menahan suku bunga acuannya di dalam level 5,25%-5,50% pada konferensi perdana dalam 2024. Pernyataan yang dimaksud menyertainya dan juga konferensi pers Ketua The Fed Jerome Powell selanjutnya akan diurai untuk mendapatkan petunjuk mengenai waktu serta total penurunan suku bunga tahun ini.
Sementara Departemen Tenaga Kerja melaporkan peningkatan tak terduga di lowongan pekerjaan, mengisyaratkan bahwa bursa masih terlalu solid bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan utamanya padaMaret mendatang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Artikel Selanjutnya Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Kenapa ya?
SUMBER CNBC.COM