TEGALPOS.COM – Jakarta – Saham emiten perbankan syariah yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI terpantau kembali menorehkan kinerja positifnya pada perdagangan kemarin, Selasa (30/1/2024), kemarin dan juga menjadi saham perbankan besar yang mana kenaikan paling kencang pada sebulan terakhir.
Saham BRIS ditutup melonjak 1,87% ke tempat Mata Uang Rupiah 2.180/unit kemarin. Pada tempat ini menjadi yang digunakan tertinggi sejak Selasa pekan lalu. Bahkan, tempat ini menjadi yang mana tertinggi sejak pertengahan Oktober 2021. Meski begitu, masih cukup sangat untuk BRIS menyentuh tempat all time high (ATH) pasca merger yang dimaksud pernah dicetak BRIS pada 25 Februari 2021.
Selain itu, kenaikan BRIS pada sebulan terakhir menjadi yang mana paling besar di tempat antara saham perbankan besar lainnya. BRIS sendiri sudah ada melejit hingga 25,29% pada sebulan terakhir. Dalam setahun, BRIS terpantau sudah ada terbang 68,99%.
Saham BRIS kemarin ditransaksikan sebanyak 9.234 kali dengan besar sebesar 47,84 jt lembar saham kemudian nilai transaksinya mencapai Simbol Rupiah 103,04 miliar.
Dari kapitalisasi pasarnya, BRIS akhirnya berhasil menyentuh Simbol Rupiah 100 triliun kemarin, di area mana kapitalisasi pangsa BRIS ketika ini mencapai Mata Uang Rupiah 100,56 triliun, di area mana tempat BRIS kembali naik menjadi ke-16, dari sebelumnya di dalam tempat ke-17.
Pergerakan saham BRIS yang tersebut bullish selama tiga bulan terakhir merupakan respon positif dari para investor, baik penanam modal domestik maupun asing.
Pergerakan saham BRIS juga merefleksikan prospek positif peningkatan kinerja keuangan, prospek pangsa perbankan syariah di tempat Indonesia yang masih under penetrated, dan juga perbankan Indonesia yang mana masih meningkat sehat juga sustain.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keuangan perseroan hingga November 2023, laba bersih bank syariah hasil merger tiga anak usaha BUMN ini tercatat sebesar Rp5,1 triliun naik 30% (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan laba bersih yang dimaksud sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit yang tersebut mencapai Simbol Rupiah 235,01 triliun, naik sekitar 14%(yoy).
BRIS juga menjaga kualitas aset tetap prudent. Hal ini terbukti dengan pembiayaan bermasalah ataunon-performing financing (NPF) gross yang turun menjadi 2,15% dibandingkan dengan sikap November 2022 sebesar 2,53%.
Ke depannya, dengan hampir 20 jt pengguna dan juga penetrasi perbankan syariah yang digunakan masih dinilai rendah pada waktu ini, kemungkinan peningkatan BRIS masih sangat menjanjikan.
Di lain sisi, BRIS optimis bahwa perkembangan laba secara tahunan akan meningkat dalam menghadapi 30% pada 2023. Bila berkaca pada laporan keuangan kuartal III-2023, laba bersih BSI tembus Rupiah 4,2 triliun hingga September 2023. Realisasi yang disebutkan naik 31,04% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Bahkan di dalam 2024, BRIS memproyeksikan dapat mencetak kinerja positif pada 2024 di dalam berada dalam kondisi sektor ekonomi global yang digunakan masih menantang. Optimisme yang dimaksud tak lepas dari fundamental usaha perseroan yang digunakan kuat juga kegiatan ekonomi nasional yang digunakan dinilai masih baik.
Direktur Treasury & International Banking BSI, Moh. Adib menuturkan, kekuatan fundamental perusahaan yang tersebut akan menjadi penopang kinerja perseroan pertama adalah jumlah total nasabah.
Saat ini BSI adalah bank dengan jumlah total klien terbesar ke-5 di dalam Indonesia yaitu sebanyak 19,22 jt atau berkembang 10,9% (yoy) hingga kuartal III-2023.
Kedua, BSI kuat pada pembiayaan konsumer. Hingga September 2023, BSI telah terjadi menyalurkan pembiayaan sebesar Rp232 triliun, bertumbuh 15,94% (yoy). Segmen konsumer mendominasi yaitu sebesar Mata Uang Rupiah 117,92 triliun.
Ketiga, BSI pun sangat memperhatikan segmen UMKM. Bahkan hingga September 2023 dari pembiayaan berkelanjutan di area BSI yang dimaksud mencapai Rupiah 53,6 triliun, sebagian besarnya yaitu Rupiah 43,4 triliun diserap segmen UMKM.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Sanggahan: Artikel ini adalah produk-produk jurnalistik terdiri dari pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tiada bertujuan menghadirkan pembaca untuk membeli, menahan, atau jual barang atau sektor pembangunan ekonomi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidaklah bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang digunakan timbul dari kebijakan tersebut.
SUMBER CNBC.COM