Scroll untuk baca artikel
Internasional

Jelaga tak hanya saja bikin kotor, tapi juga percepat pemanasan global

276
×

Jelaga tak hanya saja bikin kotor, tapi juga percepat pemanasan global

Sebarkan artikel ini

Istanbul – Para pakar mendapati karbon hitam berkontribusi terhadap pemanasan suhu permukaan bumi sekitar 0,6 watt per meter persegi.

Meskipun tidaklah digolongkan sebagai gas rumah kaca, karbon hitam, yang tersebut umumnya dikenal sebagai jelaga, diakui sebagai faktor penting di pembaharuan iklim juga permasalahan kebugaran manusia.

Burcu Onat, dosen di departemen teknik lingkungan di Universitas Istanbul-Cerrapasa, menyelidiki berubah-ubah dampak dari emisi karbon hitam terhadap dinamika iklim planet bumi lalu keseimbangan masyarakat, di wawancara untuk Anadolu.

Onat mengemukakan dalam Antartika, di satu gram salju terungkap isi hampir tiga nanogram karbon hitam.

Emisi yang disebutkan berasal dari bervariasi sumber salah satunya pembakaran bukan sempurna dari batu bara, solar, bensin, serta biomassa, kata Onat.

Menurut data Koalisi Iklim lalu Udara Bebas Bersih (CCAC), hampir 5,8 jt ton karbon hitam dihasilkan pada tahun 2019, dengan konsumsi energi rumah tangga berkontribusi sebesar 43 persen terhadap emisi global.

Dia mengemukakan karbon dioksida menempati urutan pertama ke antara gas-gas rumah kaca yang mana menyebabkan pemanasan global.

Sedangkan metana berada pada urutan kedua, dan, Onat menegaskan, karbon hitam atau jelaga menempati peringkat ketiga.

Karbon hitam menyebabkan pemanasan global melalui tiga mekanisme berbeda.

Tidak seperti gas rumah kaca, yang digunakan khususnya mempengaruhi atmosfer melalui mekanisme tunggal, karbon hitam memberikan pengaruhnya lewat tiga jalur berbeda, Onat menegaskan.

"Apabila ada karbon hitam ke atmosfer, beliau dengan segera menerima sinar matahari kemudian menyebabkan atmosfer memanas. Hal ini mekanisme pertama.

"Mekanisme kedua adalah ketika karbon hitam pada atmosfer mengendap ke permukaan seperti salju juga es, beliau mencemari permukaan dan juga mengubah reflektivitas permukaan terhadap sinar matahari.

"Permukaan salju yang digunakan bersih memantulkan sekitar 90 persen sinar matahari yang dimaksud berasal dari luar angkasa, namun di mana terkontaminasi dengan karbon hitam, laju pantulan itu menurun, serta permukaan yang dimaksud menerima lebih tinggi banyak sinar matahari.

"Hal itu menyebabkan lebih besar berbagai panas, oleh sebab itu, mempercepat pencairan gletser dan juga permukaan salju," kata Onat.

Ketiga, apabila terdapat karbon di pada awan, hal itu juga mempengaruhi reflektivitas, durasi awan, kemudian mengubah curah hujan sehingga menyebabkan udara berubah menjadi hangat.

Berbicara tentang pemantauan serta pelacakan konsentrasi karbon hitam pada beraneka kota dalam seluruh dunia, Onat mencatatkan bahwa rata-rata konsentrasi karbon hitam ke perkotaan bervariasi antara 5 kemudian 20 mikrogram per meter kubik.

Onat juga mengevaluasi dampak karbon hitam terhadap kesehatan.

"Apabila proporsi karbon hitam di materi partikulat tinggi maka akan meningkatkan dampak negatif terhadap kesehatan. Hal ini membuat risiko asma pada anak-anak sehingga menyebabkan penyakit pernafasan semakin parah," ujarnya.

Guna melindungi diri dari polusi karbon hitam, Onat menyarankan untuk meminimalkan aktivitas dalam luar ruangan pada hari-hari pada saat kualitas udara buruk serta menggunakan masker ketika mengundurkan diri dari rumah apabila diperlukan.

Dia juga menekankan perlunya pengaplikasian filter penangkap karbon hitam, khususnya pada sumber-sumber yang bergerak, untuk mengurangi polusi karbon hitam dari pembakaran substansi bakar.

Onat juga menambahkan meluaskan penyelenggaraan sistem kereta api lalu kendaraan listrik pada angkutan umum perkotaan akan menurunkan beban yang digunakan disebabkan oleh karbon hitam.

sumber: Anadolu

 

Artikel ini disadur dari Jelaga tak hanya bikin kotor, tapi juga percepat pemanasan global

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *