Berita

Serba-Serbi Kasus Korupsi e-KTP, Seret Tokoh-tokoh Penting hingga Pengakuan Mengejutkan Agus Raharjo

595

TEGALPOS.COM – Kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang dimaksud terbongkar pada tahun 2011-2012 lalu, belakangan ini kembali menjadi sorotan. Seperti yang dimaksud diketahui, tindakan hukum ini terungkap berkat kicauan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Hal ini ia serba-serbi persoalan hukum korupsi e-KTP. 

Menurut pemberitaan yang dimaksud beredar, perkara ini bermula pada konstruksi proyek yang dimaksud diadakan oleh Kemendagri di area tahun 2009. Kala itu, Kemendagri merencanakan mengajukan biaya anggaran untuk penyelesaian Sistem Data Administrasi Kependudukan (SIAP), adapun salah satu komponennya yaitu menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Pemerintah lantas berusaha mencapai pembuatan e-KTP dapat rampung di tempat tahun 2013. Proyek e-KTP sendiri diadakan sebagai kegiatan nasional di rangka memperbaiki sistem data kependudukan penduduk Indonesia. Lalu lelang e-KTP pun dimulai sejak tahun 2011, namun banyak terjadi permasalahan lantaran diindikasikan terjadi penggelembungan dana. 

Serba-Serbi Kasus Korupsi e-KTP 

Berikut adalah serba-serbi perkara korupsi e-KTP yang menyeret nama-nama besar tokoh Politik Indonesia: 

1. Jadi Kasus Korupsi Terbesar 

Pada awal terbongkarnya perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada waktu itu mengungkapkan kongkalikong secara sistemik yang digunakan sudah dijalankan birokrat, duta rakyat, pejabat BUMN hingga beberapa pengusaha. 

Tak tanggung-tanggung, kerugian dari kas negara dikarenakan tindakan hukum ini mencapai Mata Uang Rupiah 2,3 triliun. Jika dibandingkan dengan beberala tindakan hukum korupsi yang dimaksud sedang atau telah terjadi ditangani oleh KPK kala itu, dugaan korupsi e-KTP ini bahkan mengakibatkan prospek kerugian negara paling besar. 

2. Puluhan Anggota DPR Dipanggil 

DPR sempat dibuat heboh lantaran KPK selama menangani tindakan hukum korupsi ini, melakukan pemanggilan terhadap puluhan anggota badan kemudian mantan anggota DPR RI. Nama-nama tokoh besar pun bahkan terlibat terseret. 

3. Seret Nama-Nama Tokoh Besar, Salah Satunya Ganjar Pranowo 

Sepeerti yang digunakan disebutkan sebelumnya, puluhan anggota DPR RI turut terseret di persoalan hukum ini. Bahkan Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang tersebut ketika itu menjabat sebagau anggota Komisi II DPR, disebut-sebut mengambil bagian menerima suap di tindakan hukum dugaan korupsi e-KTP tersebut. 

Dugaan keterlibatan ini menjadi tambahan jelas setelahnya jaksa KPK, pada sidang mengumumkan nama-nama tokoh yang mana diduga juga menerima aliran dana korupsi. Tak cuma Ganjar,  Menkumham Yasonna Laoly, yang dulu juga duduk dalam komisi sama, juga turut disebut. 

Dalam perkara ini, Ganjar disebut menerima uang sebesar US$520.000 atau setara dengan Rp7 miliar. Sementara itu, Yasonna tercatat menerima US$84.000 atau setara Rp1,1 miliar. Menteri Dalam Negeri pada waktu itu, Gamawan Fauzi, tercatat menerima lebih lanjut US$4,5 jt atau lebih besar Rp60 miliar. 

Nama-nama besar yang dimaksud disebut Jaksa diantaranya yaitu politisi DPR; mantan ketua DPR Marzuki Ali sebesar Rp20 miliar, Anas Urbaningrum sebesar Rp74 miliar, Teguh Djuwarno senilai Rp2,2 miliar, serta Arief Wibowo sebesar Rp1,4 miliar. 

4. Setya Novanto Jadi Tersangka 

Mantan ketua DPR Setya Novanto (saat itu yang merupakan ketua fraksi Golkar) dengan dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong, entrepreneur rekanan Kementerian Dalam Negeri, disebut menerima salah satu ‘bagian’ terbesar yakni senilai Rp574 miliar. 

Novanto sempat membantah serta mengelak keterlibatannya. Ia bahkan sempat mengajukan praperadilan berhadapan dengan penetapan statusnya sebagai terperiksa oleh KPK. Meski sempat mengungguli praperadilan, namun Novanto kembali ditetapkan sebagai terdakwa secara resmi pada Jumat, 10 November 2017 hingga divonis bersalah. 

Pada bulan September 2017, KPK memanggil Novanto untuk melakukan pemeriksaan sebagai tersangka. Saat itu, Novanto masih menjabat sebagai Ketua DPR RI. 

Dalam prosesnya, Setya Novanto berkali-kali mangkir, dengan menggunakan berbagai alasan. Mulai dari sakit sampai memohonkan KPK menanti hingga proses praperadilan selesai. Bahkan kala itu, Setya Novanto sempat mengirimkan sebuah surat ke KPK melalui Fadli Zon yang digunakan di area tahun 2017 menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, agar sanggup menunda proses penyidikan terhadap dirinya hingga putusan praperadilan dikeluarkan. 

5. Tersangka Final Kasus Korupsi e-KTP 

Setelah melakukan berbagai proses penyelidikan sejak tahun 2012, KPK akhirnya menetapkan beberapa orang sebagai terdakwa korupsi e-KTP. Beberapa pada antaranya merupakam pejabat Kementerian Dalam Negeri serta petinggi DPR RI. 

Orang-orang yang mana dimaksud adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Anang Sugiana, Markus Nari, lalu Setya Novanto. Selain itu, KPK juga turut menetapkan Miryam S. Haryani sebagai terperiksa oleh sebab itu perannya yang digunakan menyebabkan keterangan palsu ketika sidang keempat berhadapan dengan nama Sugiharto serta Irman dilaksanakan. 

Penetapan terdakwa yang diadakan KPK di perkara ini pertama kali dijalankan pada tanggal 22 April 2014 melawan nama Sugiharto. Sedangkan sidang perdana menghadapi dituduh di perkara megaproyek ini diselenggarakan pada 9 Maret 2017. 

6. Proyek e-KTP Tak Mencapai Target 

Lambatnya pembuatan e-KTP merupakam salah satu dampak buruk dari ‘megakorupsi’ ini. Tercatat target yang mana ingin dicapai pemerintah, yaitu 172 jt e-KTP pada akhir tahun 2012, tak tercapai. Hingga pada awal tahun 2013, masih ada 34 jt warga Indonesia yang mana belum mempunyai KTP elektronik. 

Bahkan dampaknya masih terasa hingga ketika ini. Lamanya pembuatan e-KTP ini sampai-sampai menimbulkan warga kesulitan pada menjalankan haknya, termasuk untuk memberikan pernyataan pada pemilihan gubernur tahun 2014 lalu. 

7. Agus Raharjo Mengaku Pernah Dipanggil Jokowi untuk Menghentikan Penyidikan Kasus Korupsi e-KTP 

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode tahun 2015-2019 Agus Rahardjo mengungkapkan apabila dirinya pernah dipanggil dan juga diminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan tindakan hukum korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang mana menjerat mantan ketu DPR RI Setya Novanto atau Setnov. 

Sebelum mengungkap kesaksiannya itu, Agus menyampaikan permohonan maaf dan juga merasa ada hal ganjil yang tersebut harus dijelaskan. 

“Saya terus terang pada waktu perkara e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya manggil berlima ini kok sendirian’. Dan dipanggilnya juga tidak lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” ungkap Agus pada inisiatif Rosi, deperti yang tersebut rikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Hari Sabtu (2/12/2022). 

“Itu dalam sana begitu saya masuk Presiden tampak marah, menginginkan, akibat begitu saya masuk beliau sudah ada teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang tersebut dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang dimaksud suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu yang digunakan terlibat persoalan hukum e-KTP supaya tidaklah diteruskan,” sambung Agus. 

Namun, Agus mengaku tak menjalankan perintah yang disebutkan dengan alasan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) telah terjadi ditandatangani olej pimpinan KPK tiga minggu sebelum adanya pertemuan tersebut. 

Agus merasa apabila kejadian itu berimbas terhadap diubahnya Undang-undang KPK. Melalui revisi UU KPK, ada beberapa ketentuan penting yang dimaksud ketika ini diubah. Salah satunya, KPK pada saat ini di dalam bawah kekuasaan eksekutif serta dapat menerbitkan SP3. 

“Kemudian lantaran tugas di tempat KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilaksanakan revisi undang-undang yang mana intinya terdapat SP3, kemudian di tempat bawah presiden, mungkin saja waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin saja begitu,” terang Agus. 

8. Istana Membantah Kesaksian Agus Raharjo 

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengungkapkan bahwa ia telah lama mengecek konferensi yang mana dimaksud. Akan tetapi, setelahnya dicek tiada ada di program presiden. 

“Setelah dicek, rapat yang tersebut diperbincangkan yang disebutkan bukan ada pada rencana Presiden,” ungkap Ari lewat keterangan tertulisnyam 

Lebih lanjut, Ari tak mau menjawab keterkaitan Jokowi yang tersebut meminta-minta perkara e-KTP dihentikan. Ia meminta-minta agar masyarakat untuk tetap memperlihatkan mengamati fakta pada mana pada masa kini Setnov masih diproses hukum. 

“Kita lihat sekadar apa kenyataannya yang mana terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto sekarang terus berjalan pada tahun 2017 lalu sudah ada ada putusan hukum yang digunakan berkekuatan hukum tetap,” jelas Ari. 

“Presiden di pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas memohonkan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di area KPK yang mana sudah pernah menetapkannya menjadi terdakwa korupsi perkara KTP elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik,” pungkasnya. 

Nah itulah tadi serba-serbi tindakan hukum korupsi e-KTP, disebut korupsi terbesar yang tersebut rugikan uang negara hingga Simbol Rupiah 2,3 triliun. 

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

SUMBER SUARA.COM

Exit mobile version