Scroll untuk baca artikel
Berita

Siap-Siap Pak Jokowi! Cuan Dagang RI pada Bahaya

460
×

Siap-Siap Pak Jokowi! Cuan Dagang RI pada Bahaya

Sebarkan artikel ini

TEGALPOS.COM – Jakarta – Indonesia kembali mencetak surplus untuk 44 bulan beruntun pada Desember 2023. Namun, surplus dibarengi dengan banyak catatan negatif. 

Badan Pusat Statistik (BPS), pada Awal Minggu (15/1/2024),  merilis data ekspor-impor dan juga neraca dagang Indonesia. Tercatat surplus neraca perdagangan pada Desember 2023 mencapai US$3,3 miliar atau setara Rp51,31 triliun (asumsi kurs US$1 = Rp15.550). Surplus ini sangat lebih lanjut besar dibandingkan US$2,41 miliar pada November 2023.

Surplus selama 44 bulan beruntun menjadi prestasi sendiri bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pencapaian surplus di dalam era Jokowi berjauhan melintasi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Surplus perdagangan pernah mencapai 42 bulan di area era SBY yakni Oktober 2004 hingga Maret 2008.

Deputi Lingkup Statistik Distribusi dan juga Jasa BPS Pudji Ismartini mengungkapkan surplus pada Desember ditopang oleh unsur bakar mineral hingga lemak.

“Surplus Desember 2023 ditopang surplus komoditas nonmigas yaitu US$5,20 miliar dengan komoditas penyumbang adalah materi bakar mineral, lemak kemudian minyak hewan nabati, besi baja,” kata Pudji.

Surplus pada akhir 2023 diperoleh pasca ekspor Indonesia mencatatkan nilai lebih tinggi besar dari impor, yakni ekspor US$22,41 miliar dan juga impor US$19,11 miliar. Ekspor turun 5,76% (year on year/yoy) tetapi naik 1,89% (month to month/mtm). Angka impor turun 3,81% (yoy) kemudian terkoreksi 2,45% (mtm). 

Turunnya ekspor Indonesia disebabkan dikarenakan rendahnya harga jual batu bara, minyak sawit mentah (Crude Palam Oil/ CPO), kemudian nikel.

Lebih lanjut, penurunan impor juga terjadi didorong lantaran berkurangnya impor barang modal, termasuk mesin, peralatan listrik, kemudian kendaraan bermotor.

Secara kumulatif, BPS mencatatkan total surplus Indonesia pada 2023 mencapai US$36,93 miliar, lebih tinggi rendah US$17,52 miliar atau 33,46% jikalau dibandingkan periode yang digunakan sejenis tahun lalu (US$ 54,46 miliar).

Dengan mencatat surplus pada 2023 maka neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus sebanyak empat tahun beruntun sejak 2020. Namun,  untuk pertama kalinya surplus menurunkan pada 2023.

Ekspor ke Pasar Utama Melandai

Secara keseluruhan,  nilai ekspor sepanjang 2023 menjadi US$258,82 miliar atau mengalami penurunan sebesar 11,33% dibandingkan dengan periode yang tersebut serupa tahun lalu.

Berdasarkan golongan barang (HS 2 Digit), komoditas utama ekspor sepanjang 2023 yakni material bakar mineral sebesar US$59,49 miliar, lemak juga minyak hewani/nabati sebesar US$28,45 miliar, juga besi dan juga baja sebesar US$26,7 miliar.

Sementara berdasarkan negara tujuannya, China menempati tempat pertama dengan ekspor sebesar 25,09% dari total ekspor dengan nilai US$64,94 miliar, Amerika Serikat (AS) sebanyak 8,98% dari total ekspor dengan nilai US$23,25 miliar, juga Negeri Matahari Terbit sebesar 8,03% dari total ekspor dengan nilai US$20,79 miliar.

Golongan barang yang tersebut paling banyak pada ekspor ke China yakni ferro-nickel (23,02%), lignite (12,03%), kemudian coal (5,92%).

Berbeda halnya dengan Negeri Paman Sam yang dimaksud bukan ada yang dimaksud benar-benar sangat menonjol, new pneumatic tyres (3,86%), electrical machines (3,24%), dan juga refined palm oil (3,02%).

Ekspor Indonesia ke Negeri Sakura didominasi oleh bituminous coal (9,69%), copper ores and concentrates (9,07%), dan juga nickel mattes (6,16%).

Riset Bank Mandiri perihal kinerja ekspor 2024 tercatat masih akan masih penuh tantangan, akibat masih terdapat risiko melambatnya permintaan dari mitra dagang utama yaitu China lalu Amerika Serikat.

Namun, mitra dagang utama lainnya seperti Kawasan Euro lalu ASEAN diperkirakan akan pulih pada 2024 sehingga diharapkan dapat meredam penurunan permintaan dari Amerika Serikat juga China.

Di sisi lain, Bank Mandiri memprediksi impor Indonesia akan mengalami kenaikan pada 2024.

“Kami memperkirakan impor akan meningkat sepanjang tahun 2024 seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian teristimewa yang mana didorong oleh tahun pemilu.” tulis Bank Mandiri pada penjelasannya.

BCA pada laporannya The Focal Point memperkirakan surplus akan melandai pada 2024 menjadi sekitar US$32,6 miliar.

Dalam laporan lainnya, BCA mengemukakan bahwa pelemahan surplus neraca dagang terjadi akibat masih belum pastinya prospek 2024 oleh sebab itu perlambatan dunia usaha global lalu kurangnya katalisator untuk mengatasi hal yang dimaksud menghidupkan kembali biaya komoditas.

Permintaan domestik yang tersebut lebih besar tinggi pada semester I-2024 juga dapat menyebabkan impor tambahan tinggi serta menekan surplus neraca dagang.

Impor Indonesia Turun Dua Tahun Beruntun

Total nilai impor mengalami penurunan baik secara bulanan pada Desember 2023 maupun tahunan 2023. Penurunan nilai impor bulanan terjadi pada kelompok migas lalu nonmigas. Penurunan impor Desember baik secara bulanan atau tahunan juga tiada biasa sebab biasanya impor akan melonjak pada Desember sebab ada perayaan Natal. 

Pada Desember 2023, impor komponen baku/penolong turun menjadi semata-mata US$13,79 miliar, sementara barang modal juga lebih lanjut rendah dari November 2023 maupun Desember 2022 menjadi semata-mata US$3,27 miliar.

Total impor sepanjang 2023 juga turun dibandingkan periode 2022 yakni dari US$237,45 miliar menjadi US$221,89 miliar atau melemah 6,55%. Penyumbang utama penurunan total nilai impor adalah impor komponen baku/penolong yang digunakan turun 11,09%.

“Penurunan impor nonmigas bulanan ini oleh sebab itu peran komoditas mesin kemudian perlengkapan elektrik yang tersebut turun 11,4%, kemudian mesin dan juga peralatan mekanis turun 6,17% kemudian kendaraan dan juga bagiannya turun 19,08%,” kata Pudji .

Penurunan ini dihadiri oleh oleh penurunan mesin/peralatan mekanis kemudian bagiannya US$180,2 jt atau turun 6,17%; kendaraan lalu bagiannya US$153,1 jt atau turun 19,08%; plastik juga barang dari plastik US$80,7 jt atau 9,77%; juga kendaraan udara juga bagiannya US$71,1 jt atau 76,82%.

Impor barang modal kemudian materi baku/penolong erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi sehingga penurunan impor mampu menjadi sinyal apabila penanaman modal ke depan bisa saja melambat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

SUMBER CNBC.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *